Soal Pembangunan Museum Adat di Rawang, Dua Depati di Hilir Angkat Bicara


Sungaipenuh - Acara seremonial penegakan tiang tuo/peletakan batu pertama pembangunan Museum Adat yang dilaksanakan di Hamparan Besar Tanah Rawang pada tanggal 23 Mei 2015 lalu oleh Wali Kota Sungaipenuh H.Asafri Jaya Bakri masih menuai protes dari para pemangku adat Kerinci.

Beberapa pemangku adat yang diundang dalam acara tersebut memilih untuk tidak menghadirinya. Alasannya, para pemangku adat yang diundang pada umumnya tidak mengetahui secara detail acara yang dilaksanakan pada hari itu.

Dua diantara depati yang memilih untuk tidak hadir adalah Nasaruddin Said, BA gelar Depati Atur Bumi Hiang dan H. Syafrizal, S.Ag gelar Depati Mudo Terawang Lidah Penawar.

Ketika dihubungi wartawan media ini, menyebutkan bahwa beberapa hari sebelum acara dilaksanakan beberapa orang panitia datang mengundang mereka untuk menghadiri acara penegakan tiang tuo dan peletakan batu pertama pembangunan museum adat.

Saat menyerahkan undangan, panitia menjelaskan bahwa pada saat ini bangunan yang akan dilakukan melalui dana ABPD Kota Sungaipenuh adalah Museum Adat, dan nanti jika pembangunan ini telah selesai maka akan diubah namanya menjadi “Balai Adat Bangonjong Duo”.

Untuk saat ini, kata Depati Nasaruddin mengulang perkataan utusan panitia, pembangunan disesuaikan dengan peruntukkan yang telah dicantumkan di dalam APBD, sedangkan pembangunan balai adat tidak dapat dialokasikan di dalam APBD Kota Sungaipenuh.

Dilanjutkan Depati Nasaruddin, karena proses perencanaan termasuk pembangunan dan penyerahan kunci balai (surat tanah) tidak dilakukan melalui musyawarah bersama yang melibatkan para Depati IV-8 Helai Kain terasuk para Depati Ninik Mamak/pemangku adat se alam Kerinci, maka Depati Atur Bumi Hiang dan Depati Mudo Terawang Lidah Penawar memilih untuk tidak hadir.

“Dari pada hadir akan menimbulkan silang pendapat,maka lebih baik memilih posisi tengah alias tidak dapat memenuhi undangan yang disampaikan oleh panitia”, kata Depati Nasaruddin.

Kedua Depati ini dengan tegas mengatakan, semestinya sesuai dengan adat yang selama ini dipakai, apapun namanya bangunan yang akan didirikan oleh siapapun diatas lokasi Hamparan Besar Tanah Rawang (tanah sebingkeh) harus dilakukan duduk adat dan permusyawaratan adat yang dihadiri Para Depati IV-8 Helai Kain/para Menti berempat, para Depati-Ninik Mamak(para pemangku adat) se alam Kerinci.

Selain itu, untuk nama bangunan semestinya apapun alasannya harus merujuk pada kesepakatan bersama para Depati IV-8 Helai kain dan para pemangku adat se Alam Kerinci yang telah di ikrar setiakan pada waktu Seminar Adat tahun 2001.

Untuk mengurai masalah ini, kedua Depati di Hilir itu menyebutkan semestinya hal yang telah dilakukan oleh panitia termasuk peletakan batu pertama yang dilakukan Walikota dan serah terima kunci balai (surat tanah) harus ditinjau dan dikaji ulang melalui duduk adat. 
petisinews.com 
Share:

Labels

Blog Archive

Berita Pilihan

BANGGA Kerinci Ditetapkan Sebagai top Branding Pariwisata Provinsi Jambi

Kabupaten Kerinci akhirnya ditetapkan sebagai branding pariwisata Provinsi Jambi oleh Menteri Pariwisata Republik Indonesia. Penetapan ...